Kisah Balik Jadi Pengusaha Tanah Abang, Badroni Yuzirman Merintis Komunitas TDA

Merintis Komunitas TDA


 creativeaja.com | Posted at Juli 4th, 2015| Tangerang | Report zainalarivin

Menceritakan awal  mula mendirikan Komunitas TDA



Nilai dan visi yang sama yang tertanam di dada anggota TDA semangat persatuan dan saling berbagi menjadikan  Komunitas TDA tumbuh dan berkembang sangat pesat. Untuk menjadikan Komunitas TDA sebesar ini tidak semudah membalikkan tangan. Hal ini diceritakan  Badroni Yuzirman pada saat Gathering & Bukber di Resto Serai Wangi 4 Juli 2015. Berikut kisah Balik Jadi Pengusaha Tanah Abang, Badroni Yuzirman  Merintis Komunitas TDA.

 Awal mula merintis komunitas TDA. Lulusan Jurusan Manajemen Trisakti tersebut menggeluti bisnis pakaian muslim sejak 2001. Kala itu, dia menyewa kios di Pasar Tanah Abang. Letaknya di Blok F yang memang khusus pakaian. Nah, karena Roni mengutamakan kualitas dan pelayanan kepada pelanggan, bisnisnya cepat maju. Perlahan-lahan dia terus menambah kios. "Puncak bisnis saya tahun 2003. Saya menyewa tiga kios," katanya.

Seiring dengan pesatnya perkembangan bisnisnya, Roni juga mendapat banyak "gangguan". Di antaranya, dirinya berselisih dengan pengelola pasar. Dia merasa diperlakukan tidak adil. "Saya termasuk salah seorang pedagang yang vokal melawan perlakuan pengelola yang saat itu tidak adil," kenangnya.

Perselisihan tersebut tak kunjung selesai hingga 2004. Bahkan semakin runcing. Akhirnya, 3 Maret 2004, Roni diusir dari Pasar Tanah Abang. Dia diminta keluar dan tidak lagi diizinkan untuk berdagang di pasar besar itu. Roni awalnya ingin melawan melalui jalur hukum. Tapi, setelah berpikir dua kali, dia memilih untuk mengalah.

Dia lantas mengontrak rumah kecil di kawasan padat penduduk Kemandoran, Jaksel. "Di sana, saya benar-benar memulai usaha dari nol lagi. Tapi, saya tetap yakin bisa kembali bangkit," imbuhnya.

Di kontrakan tersebut, Roni memanfaatkan garasi untuk merintis usahanya. Lantaran tempatnya yang kurang strategis dibanding kiosnya di Tanah Abang, mau tidak mau Roni harus terus memutar otak. Akhirnya, dia "menemukan" solusi dengan berbisnis via online.

Dia lalu membuat situs www.manetvision.com yang merupakan lapak busana muslimnya di dunia maya. "Saya sebenarnya iseng. Sebab, saat itu kalau berbau www.com dianggap sudah keren. Apalagi saat itu belum banyak toko online," tuturnya lantas tertawa.

Sejak saat itu Roni kerap menghubungi teman-temannya, jaringan, serta para pelanggan untuk memberi tahu agar membuka lapaknya di internet. Dia terus berusaha mengenalkan lapak itu secara luas. Tak diduga, keisengan tersebut berbuah manis. Jualannya laris. Bahkan, Roni mengaku bisnisnya terus berkembang dan semakin maju. Keuntungan yang diraup dari berjualan online tidak kalah dibanding berjualan di tiga kiosnya di Tanah Abang.

"Bayangkan, di Tanah Abang saya harus menghabiskan Rp 200 juta setiap tahun untuk sewa tiga kios. Tapi, di kontrakan kecil itu, saya hanya membayar Rp 12 juta untuk sewa," ungkapnya.

Sejak merasakan sukses di bisnis online, Roni ingin membagi pengalaman dan ilmunya kepada orang lain. Caranya masih tetap via dunia maya. Dia membuat blog roniyuzirman.com pada 2 November 2005. Di blog itulah dia menceritakan semua pengalamannya jatuh bangun menjalankan bisnis, mulai di Pasar Tanah Abang hingga sukses menempuh jalur toko online.

Curahan pengalaman di blog yang sebenarnya juga iseng itu ternyata banyak dibaca orang. Tidak sedikit yang akhirnya mengirim komen atau bertanya jawab dengan Roni. Dari situ, Roni kemudian memutuskan untuk membuat milis yang dikhususkan untuk orang-orang yang biasa berdiskusi di blognya.

Milis bisnis online itu pun sangat ramai. Karena itu, pada 22 Januari 2006, Roni memberanikan diri untuk kopi darat dengan para anggota. "Saat itu jumlahnya masih 40 orang," ujarnya.

Dalam pertemuan tersebut, Roni mengajak seorang pengusaha Pasar Tanah Abang yang sangat sukses. Pengusaha itu akrab disapa Haji Alay. Dia punya puluhan kios di Pasar Tanah Abang. Haji Alay diminta menjadi narasumber.

Pertemuan tersebut membicarakan berbagai pengalaman masing-masing anggota dalam berbisnis, mulai mengikrarkan niat hingga memulai usaha. Ternyata, pertemuan itu tidak berhenti sampai di situ. Mereka lalu melanjutkan dalam diskusi serta seminar yang mengundang pengusaha-pengusaha kondang sebagai pembicara.

Para anggota komunitas tersebut menyadari pentingnya sebuah wadah untuk berbagi di antara mereka yang ingin menjadi pengusaha sukses. Karena itu, lalu dipilihkan kata Tangan di Atas sebagai nama komunitas.
(*/c5/ari)(#za)